Mc Gegas Software Animasi karya anak Negri
Posted by faisal_malmsteen on 10 May 2010 10:38

Meski belum sehebat industri animasi di luar negeri, industri animasi di Tanah Air mulai menunjukkan perkembangan yang positif. Selain beberapa serial animasi asli buatan dalam negeri tampil di beberapa stasiun televisi lokal dan nasional―seperti Kabayan dan Lip Lap, Kuci, dan Catatan Dian―ada pula aplikasi motion capture (mocap) buatan Indonesia. Namanya McGegas.


Extended News

Meski belum sehebat industri animasi di luar negeri, industri animasi di Tanah Air mulai menunjukkan perkembangan yang positif. Selain beberapa serial animasi asli buatan dalam negeri tampil di beberapa stasiun televisi lokal dan nasional―seperti Kabayan dan Lip Lap, Kuci, dan Catatan Dian―ada pula aplikasi motion capture (mocap) buatan Indonesia. Namanya McGegas.



McGegas dikembangkan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, oleh Mochamad Hariadi, Kepala Lab Multimedia dan Telematika, Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya Indonesia, bersama beberapa mahasiswa S2 dan S3 yang mengambil fokus Game Technology di jurusan tersebut.

Hariadi sendiri memang sudah tertarik pada animasi sejak kecil. "Saya maniak animasi sejak kecil, mulai dari film Jepang Voltus V sampai (sekarang) Naruto, Doraemon, dan lain sebagainya," akunya. "Makanya saya kepengin sekali sekolah di Jepang."

Kebetulan, saat mengambil gelar Master dan Phd di Tohoku University Jepang pada 2000-2006, Hariadi banyak mengerjakan hal yang berkaitan erat dengan pembuatan film animasi dan game. Sekembalinya ke Indonesia pada 2006, dia lalu mengubah lab Multimedia Network―yang sebenarnya telah berdiri sejak 1981―menjadi Lab Multimedia dan Telematika ITS.

Mocap Software Lokal Pertama

McGegas terdiri dari tiga bagian besar. "Yang pertama adalah mocap (motion capture) software. Yang kedua adalah animation database engine, dan yang ketiga adalah render farm," kata Hariadi. McGegas adalah pengembangan dari riset teknologi grid yang pernah dibuatnya menggunakan dana riset dari lembaga JICA Jepang.

Dari hasil diskusinya dengan beberapa pelaku industri animasi, Hariadi mengetahui bahwa salah satu tantangan terberat dalam membuat sebuah karya animasi adalah dalam proses pembuatan gerakan obyek―bagaimana membuatnya tampil realistis dengan waktu yang relatif cepat. Dari situ, dia dan timnya lalu mengembangkan McGegas.

Dengan McGegas, gerakan manusia sebagai model untuk objek 3D dapat ditangkap (capture) secara cepat dan akurat. Hasil dari proses capture tersebut lalu ditransformasikan menjadi gerakan model 3D yang diinginkan.

Modal pengembangan McGegas memakan dana sekitar Rp500 juta. Dana itu sudah termasuk untuk membeli server dan cluster grid untuk software render farm. Software ini dikembangkan menggunakan beberapa teknologi open source.

"Untuk teknologi render farm, kami menggunakan globus server dan toolkitnya. Lalu, kami menggunakan Blender untuk modeling animasinya," ujar Hariadi. Sementara untuk melakukan pengaturan dan rendering frame, mereka menggunakan Yadra. Selain itu, Hariadi dan timnya juga menciptakan teknologi artificial intelligent (AI) untuk melengkapi McGegas.

Saat ini, sudah ada beberapa studio animasi yang menggunakan McGegas, yakni CAM Solutions dan Kdeep Animation. Kedua studio itulah yang memproduksi serial animasi "Catatan Dian".

Meski masih dalam tahap pengembangan, McGegas menawarkan beberapa kelebihan ketimbang software animasi komersial lainnya. McGegas, menurut Hariadi, unggul dari sisi biaya karena pembuatannya yang menggunakan peralatan sederhana.

Beda dengan mocap software lainnya, McGegas tidak dikembangkan menggunakan peralatan magnetik dan laser. "Jadi, (harganya) jadi relatif lebih murah sekitar 25 persen dari harga luar," tutur Hariadi.

Animasi di Dalam Negeri

Bicara tentang perkembangan pendidikan animasi di dalam negeri, Hariadi menilainya positif. "Perkembangannya bagus sekali, bahkan beberapa animasi kita menang di festival di luar negeri," tuturnya. Depdiknas pun, menurutnya, sudah mulai menggalakkan pendidikan animasi sejak beberapa tahun lalu.

Kendati demikian, masih ada tantangan yang harus dihadapi oleh industri animasi di dalam negeri. "Tantangannya adalah, bagaimana animasi buatan kita bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Itu yang berat. Kalau teknologinya, saya yakin kita bisa mengejar dan bersaing (dengan negara lain)," ujar Hariadi. Dia akui, kemampuan animator dalam negeri tidak kalah dengan animator luar negeri.  Buktinya, ada banyak perusahaan animasi di luar negeri yang meng-outsource animator asal Indonesia.

 

Sumber: qbheadlines.com